Selasa, 24 Januari 2012

Harus Tahu Visinya dan Planning yang Matang

Bisnis waralaba mulai berkembang di Indonesia akhir-akhir ini. Tahap awalnya dari krisis moneter yang melanda Indonesia. Faktanya, jenis usaha yang mampu bertahan melawan badai krisis adalah waralaba. Ada beberapa pionir dalam jenis usaha ini, seperti Es Teler 77, Otobridal, dan Babarafi. Kebanyakan adalah usaha food and beverage. Untuk waralaba sendiri perkembangannya tidakah terlalu besar, namun di usaha business opportunity bisa dikatakan mengalami peningkatan yang signifikan. Dalam hal ini, pertumbuhannya bisa mencapai 20–30%. Meskipun kecil, jaringan yang dimiliki oleh usaha ini cukup banyak.
Semua jenis usaha sendiri bisa diwaralabakan, namun untuk urusan bisnis “perut” ada kekhususan, karena hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari orang-orang Asia yang suka kuliner. Jadi, prediksi pengamat waralaba, jenis usaha yang tetap akan berkembang adalah bisnis kuliner. Terlebih lagi untuk Indonesia yang tiap daerahnya sangat unik, dan memiliki unique selling point tersendiri. Bisnis lain yang juga akan berkembang adalah sektor jasa, seperti jasa finance. Kenaikan untuk business opportunity bisa mencapai 10% per tahunnya.
“Waralaba itu sudah proven, 3–5 tahun adalah tahap yang harus dilalui—dan ada laporan keuangannya—serta terbukti bagus. Kalau business opportunity paling baru setahun, atau 1,5 tahun, dan itu sangat menjamur. Nah, yang sudah berusaha lebih dari lima tahun itu baru bisa diwaralabakan,” ungkap Widia Dharmadi, CEO Francorp Indonesia, tentang perbedaan waralaba dan business opportunity.
Untuk mengembangkan usaha waralaba, ada beberapa trik yang bisa dilakukan. Yang pertama adalah standarisasi terlebih dahulu. Standar dalam hal ini bisa berbentuk produk. Misalkan, kita akan melakukan pewaralabaan ayam goreng. Harus ada standar ayam itu sendiri. Sebagai contoh, usia ayamnya tidak boleh lebih dari setahun. Lalu soal bumbunya; juga saat memasak, harus sekian derajat selama 30 menit. Setelah dilakukan standarisasi, dilihat prospeknya apakah akan laku saat dijual.
Hanya saja, ada beberapa hal yang harus diperhatikan jika pebisnis tidak ingin usaha waralabanya gagal. “Mereka tidak ada patience. Kalau cuma satu bisa diawasi, kedua juga bisa. Lalu saat ketiga, keempat, dan kelima duplikasinya gampang, namun tidak distandarkan saat waktunya. Pengawasan merupakan hal yang penting juga. Mungkin ketika hanya satu, dia bisa melakukan pengawasan, misalkan dalam hal pengiriman ayam. Namun, saat ketiga, keempat, dan kelima, dia sudah pusing dengan berbagai permasalahan—contoh dalam soal pengiriman ayam yang tidak mencukupi kebutuhan,” lanjut Widia menjelaskan.
Prinsip waralaba adalah franchisee berhak menggunakan brand utama. Kemudian, franchisor harus melatihnya, juga membantu franchisee melakukan set up pertama kali. Terakhir, franchisor harus memberi dukungan. Kebanyakan franchisor saat ini melupakan poin terakhir, yaitu mendukung franchisee.
Soal strategi promosi, setiap jenis produk punya perbedaan. Widia menjelaskan lagi contoh waralaba ayam goreng yang tersebut di atas. Menurut dia, biasanya strategi promosi yang jitu untuk makanan adalah melalui words of mouth, dan itu yang terbaik. Bisa juga melalui media umum lainnya. Selain itu, juga bisa dengan mengikuti pameran-pameran waralaba. Sementara untuk bidang servis dilihat jasanya. Jika dia memberikan jasa yang bagus, prinsip word of mouth otomatis berlaku. Untuk pengambilan keputusan berpromosi, hal itu haruslah terpusat, karena di dalam waralaba ini ada dana dari kumpulan frenchisee. Franchisor-lah yang melakukan advertising, namun ada juga yang disebut local advertising—tiap franchisee bisa melakukan promosi sendiri, tapi atas persetujuan franchisor-nya.
Pengaturan mengenai strategi promosi itu sendiri sudah termaktub dalam agreement awal saat membuka usaha waralaba. Namun, bukan berarti setiap franchisee tidak bisa melakukan inovasi dalam hal materi promosinya. Hanya saja, masih tetap ada pengawasan dari si franchisor. Alasannya, jika terjadi kesalahan penggunaan kata-kata dalam iklan, itu bisa berdampak buruk bagi brand tersebut. Harus diingat, franchisee diizinkan menggunakan nama atau brand dari franchisor-nya.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa inovasi lain bisa dilakukan juga oleh franchisee. Tergantung kebutuhan di tiap daerah atau negara. Contohnya brand KFC. Di Cina lebih diarahkan ke segmen anak-anak atau keluarga. Sementara, KFC Indonesia bisa mencantumkan nasi di dalam menunya. Hal itu tidak ada di Amerika.
Ada beberapa jenis model waralaba yang bisa dianggap mempunyai prospek bagus ke depan, salah satunya adalah servis/jasa. Sebabnya, usaha tersebut mudah diduplikasi juga tidak sulit dijalankan. Misalkan, penyuntingan film, financial planner, atau penatu (laundry) kiloan.
Widia mengatakan bahwa prospek bisnis waralaba di masa mendatang masih sangat menjanjikan karena peluang bisnisnya masih sangat besar. Mungkin dalam waktu 2–3 tahun banyak yang berguguran, namun banyak juga yang bertahan. Pihak yang bertahan ini akan menjadi usaha waralaba yang berhasil, jika mereka mau melakukannya secara baik dan benar. Dalam arti, bila dilakukan dengan menggunakan sistem dan strategi yang benar.
“Lalu, kita masuk ke bagian legalnya, untuk mendukung yang strategik itu. Kemudian perpanjangan tangannya di operations. Operasional bukan sekadar SOP saja, tetapi mencakup pula soal training. Juga sebagai guide untuk melihat mana yang benar dan salah jika ada pemeriksaan dari franchisor-nya. Setelah itu baru bagian marketing, bagaimana menjual produk. Semua hal itu saling berkaitan, tidak bisa dipilah satu persatu,” imbuh Widia. Dia juga menyarankan, sebelum memulai waralaba, pebisnis harus membuat perencanaan. Itu adalah strategic planning, pebisnis harus tahu visi ke depannya.
Bagaimana dengan licensed? Diakui, selain sistem waralaba, juga ada sistem licensed atau lisensi. Dengan waralaba, dari semuanya harus ada standarisasi. Lisensi hanya menggunakan brand. Widia mengungkapkan, jika ada pebisnis yang mau melakukan licensed bisa di back up dengan sistem waralaba. Semua hukum yang berlaku menggunakan sistem hukum waralaba, hanya namanya saja lisensi. Ini merupakan jalan tengah yang bisa dianjurkan jika brand kita baru tiga tahun berjalan. Untuk berkembang ke waralaba, harus dilihat dulu profitabilitas usaha tersebut. Hanya saja, kalau baru berjalan selama kurang dari dua tahun, Widia menyarankan sebaiknya menggunakan lisensi tersebut. Sementara, peraturannya bisa seperti waralaba. (www.marketing.co.id/Noor Yanto/Narsum: Widia Dharmadi)
banyak lagi berita disini:>>>>

0 ulasan:

Catat Ulasan